Pemerintah Indonesia telah resmi memberlakukan kebijakan baru terkait pembatasan ekspor minyak jelantah (used cooking oil) dan beberapa produk residu sawit lainnya, seperti limbah cair sawit (POME) dan residu minyak sawit asam tinggi (HAPOR). Aturan ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2025 dan mulai berlaku sejak 8 Januari 2025.
Tujuan Kebijakan Minyak Jelantah
Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan bahan baku minyak kelapa sawit (CPO) bagi kebutuhan domestik, khususnya industri minyak goreng, serta mendukung implementasi program biodiesel B40. Pemerintah juga berharap dapat menghindari potensi pelanggaran ekspor, seperti pencampuran CPO dengan limbah sawit, yang dapat merugikan industri dalam negeri.
Namun, pembatasan ini menuai beragam tanggapan, terutama dari kalangan petani kelapa sawit dan pelaku usaha.
Petani Kelapa Sawit Angkat Suara
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) menyampaikan bahwa kebijakan ini berpotensi merugikan petani kecil. Ketua Umum APKASINDO, Gulat Manurung, menyatakan bahwa permintaan global terhadap minyak jelantah dan limbah sawit seharusnya menjadi peluang untuk meningkatkan devisa negara. Namun, dengan adanya aturan baru ini, banyak petani dan pelaku usaha merasa terbebani oleh prosedur administrasi yang dianggap memberatkan.
“Daripada membatasi ekspor, lebih baik pemerintah menaikkan pajak ekspor untuk meningkatkan penerimaan negara,” ujar Gulat.
Tanggapan Pelaku Usaha
Pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Eksportir Minyak Jelantah Indonesia (AEMJI) juga mengkritik kebijakan ini. Mereka mengungkapkan bahwa regulasi baru diterapkan terlalu mendadak tanpa diskusi dengan para pemangku kepentingan terkait.
“Langkah ini sangat memberatkan. Kami memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan perubahan regulasi yang tiba-tiba ini,” ungkap salah satu anggota AEMJI.
Kekhawatiran Pemerintah
Pemerintah mengkhawatirkan lonjakan ekspor POME dan HAPOR yang tidak sesuai dengan kapasitas produksi normal. Hal ini diduga menjadi indikasi adanya praktik ilegal yang mencampurkan CPO murni dengan limbah sawit untuk ekspor. Oleh karena itu, pembatasan dianggap sebagai langkah tepat untuk menjaga kestabilan pasokan bahan baku dalam negeri.
Untuk mengetahui lebih banyak informasi menarik lainnya, kunjungi hokijp168.